Menjernihkan pikiran pengkader

Pengkaderan menjadi bahasan empuk akhir-akhir ini terutama menjelang masuknya para mahasiswa baru ke dalam jenjang pendidikan di perguruan tinggi. Mengubah perilaku siswa menjadi mahasiswa dan sebagai ajang pencarian kader baru dalam sebuah institusi termasuk perguruan tinggi.

Pergeseran nilai pengkaderan yang tujuannya baik untuk memberikan pengalaman kepada maba, memperkenalkan maba dengan lingkungan yang baru, menghasilkan kader-kader yang berkualitas dan lain-lain akan terjadi jika kita mengantisipasinya.

Seminggu ini saya mengisi materi Pelatihan Instruktur di Himpunan Mahasiswa Jurusan, Senin lalu di HMPL (Himpunan Mahasiswa Planologi) membawakan materi Teknik dan Metode Penyampaian Materi. Kamis ini, di Himatelka (Himpunan Mahasiswa Teknik Kelautan). Dan rencananya hari minggu pagi, di Himatektro (Himpunan Mahasiswa Teknik Elektro) membawakan materi Hakekat Pengkaderan. Sebaiknya sih yang lebih muda aja memberikan materi ini, karena lebih fresh pengalaman yang dialaminya, namun namanya undangan wajib hukumnya diterima kalau tidak ada halangan.

Dari 2 pelatihan sebelumnya saya mempelajari beberapa hal yang terjadi dalam pola fikir mahasiswa. Bukan hanya itu saja sih, survei kecil-kecilan saya juga terhadap sebagai mahasiswa hampir rata-rata kecenderungannya sama.
Pressing
Paradigma pemberian materi lapangan yang harus selalu dengan pressing. Memang sih pressing memberikan efek yang cukup luar biasa bertahan lama kepada maba untuk mematuhi atau disiplin terhadap suatu aturan. Namun ketika pressing selalu diberikan, menimbulkan kejenuhan kepada peserta pengkaderan, sehingga mereka tidak mampu lagi menangkap maksud dari pengkaderan.

Nah ternyata itu pula yang dialami oleh calon instruktur-instruktur dalam menghadapi momen pengkaderan selanjutnya. Ketika saya memberikan perintah simulasi dengan tidak pressing, namun nyatanya paradigma pressing susah dihilangkan dalam pola fikir pengkader, karena seperti itu yang didapatkan sebelumnya dan itulah dicontohi.

Padahal yang perlu diketahui bahwa pressing hanyalah salah satu cara, masih banyak cara-cara lain yang juga efektif untuk mendoktrinasi atau memberikan pendalaman materi kepada maba, tapi kadang kita hanya terkungkung paradigma pengkaderan=pressing. Kita harus melepaskan semua-semuanya itu dalam benak kita untuk menghasilkan kader-kader terbaik.

Memang benar banget salah satu metode pengkaderan yang baik adalah keteladanan dengan pemberian contoh teladan seperti itulah yang dicontohi. Demikian pula lah ketika seorang maba dihadapkan dengan para pengkader yang senantiasa hanya dengan metode pressing, itulah yang diteladani untuk diberikan kepada adik-adiknya.

Saya sering ditanya, “mas ketika saya diberikan materi oleh salah satu pengkader trus saya dikasih materi yang sama tetapi dengan metode yang lain, padahal saya sudah mendapatkannya sebelumnya” bagaimana ini bisa terjadi?

Yah itu bisa terjadi ketika, sang pengkader tidak terkoordinasi dengan baik dan juga tidak mengerti alur yang telah disusun. Intinya tidak ada tanggung jawab seorang pengkader untuk menyelesaikan materi yang telah diberikan kepada maba. Itulah yang merusak citra pressing yang sekedar marah-marah ngak karuan, tetapi tanpa penyelesaian yang baik.

Sebenarnya pressing itu efektif juga tapi perlaku yang tidak bertanggung jawab itu yang menyebabkan pressing itu sebatas ditakuti tetapi tidak bisa menanamkan materi. Pressing yang baik itu ketika disertai dengan penyelesaian yang baik dan tidak dilepaskan begitu saja.

Sekarang saatnya menjernihkan pemikiran-pemikiran dengan awalan pemberian materi filosofi ataupun hakekat pengkaderan sehingga dasarnya mengkader itu diketahui dulu dan ketika para pengkader turun ke lapangan benar-benar dengan tujuan mengkader, bukan tujuan show off, balas dendam ataupun alasan-alasan lainnya.

So siapkah anda untuk mengkader?

Tulisan terkait :

NB : Foto dari sini, koleksi arek2 elektro

Diterbitkan oleh aRuL

blogger, netizen, engineer wanna be, sometimes as a trainer, and maybe a consultant for anything

32 tanggapan untuk “Menjernihkan pikiran pengkader

  1. Anu, saya dipressing aja.. nikmat banget dipressing dari pada memressing.. soalnya dosa kita akan berkurang kalo sdg dipressing.. hehe..

    btw, keknya yg bener itu PENGADERAN, bukan PengKaderan.

    *coba buka buku EYD lagi deh..*

  2. yang bikin saya sedih ketika pengkaderan tak jarang menggunakan cara2 kekerasan yang terus membudaya di kampus, mas aRul. idealnya, lebiha banyak diisi dg materi2 yang menerahkan dan mencerdaskan, sesekali outbond yang menyehatkan fisik dan mental. kadernya jadi jempolan tuh!

  3. susahnya menghilangkan budaya marah-marah dan teriak-teriak ga bermakna di metode pressing itu. ini pengalaman saya ketika menjadi panitia ospek dulu. masih ada aja oknum-oknum panitian yang bandel kayak gitu… harus cuci otak kali ya.. hihihihi

  4. untung di Kampus sy gulu gak parah ospeknya(2006), cuman yg sampai sekarang sy tidak mengerti adalah ngapain sih nyuruh yg aneh2 misal pake tas karung, kalung kempyeng, WTF…!!!, g ada gunanya mendidik mental dg cara seperti itu… malahan yg ada rasa eneg…

  5. wah bener tuh, harus bisa ngebedain mana tujuan dan mana sarana mencapai tujuan.
    Dari pengalaman berhasil menulikan kenangan bahwa pengkaderan itu pressing,, lah wong saya dulu selama prosesi tersebut hampir semua materi di pressing, sampai-sampai saya bingung, apakah pressing ini masuk materi? bukan lagi sebagai sarana?

    stop perploncoan lah

  6. Mending pake pengkaderan cara militer aja. Mereka memang agak keras, tapi tahu sebatas mana harus keras dan sebatas mana harus memberikan reward.

    Saya pernah punya pengalaman dengan militer. Yang dilakukan oleh mereka adalah character building. Menekankan pada kedisiplinan dan ketegasan. Klo kita salah sudah sepantasnya kita mendapatkan hukuman (hukumannya setimpal ma kesalahan kita).

    Salut buat Militer 🙂

  7. # 2 hendra : percepatan dan adaptasinya lewat pengkaderan itu 😀
    # 3 ndöp : hehehe, dasar… 😀
    Iyah mestinya pengaderan (di tagnya saya tulis 2-2nya), tapi sy lebih sreg make pengkaderan soalnya itu yg sering sy dengar dan ucapkan 😀
    # 4 masciput : pressing juga bisa mendapatkan esensinya, tapi bagaimana memberikan pressing yang menghasilkan.
    # 5 nothing : sama memberikan masukan mesti sudah lulus 😀
    # 6 Anang : push up gih 😛
    # 7 Sawali Tuhusetya : kalo saya sih berimbang dan sesuai proporsinya pak, pressing juga bisa untuk memberikan efek trauma supaya lebih berdisplin dan sesuai aturan.
    # 8 laporan : iyah pak, kan keteladanan lebih efektif dalam mengkader 😀
    # 9 chic : iyah paradigmanya selalu begitu padahal tidak selalu. memang butuh tapi bukan selamanya 😀
    # 10 rio : ada esensi yang diajarkan di dalamnya, mesti pengkader memberitahukan esensinya setiap memberikan materi itu, supaya maba yang melaksanakan tidak terjebak dalam perintah tidak ada guna.
    # 11 achoey sang khilaf : sipz.. 🙂
    # 12 Shei : heheh calon mahasiswa nih.. btw kapan berangkat? ada kopdar perpisahan ngak?
    # 13 asif : pemberian materi dengan pressing harus proporsional sehingga esensinya masuk.
    # 14 Qizink : hehehe, yah setiap institusi memiliki mekanisme kaderisasi bukan begitu?
    # 15 kur2 : wekz mentang2 baru dikader sama militer 😀 tapi tergantung kondisi sih apakah perlu militer, semi militer atau malah non militer suatu kaderisasi. Nah orang2 yang didalamnya yang patut mempelajarinya 😀

  8. Tahun awal Maba, sebetulnya bisa dimanfaatkan untuk mendorong adik-adik ini bagaimana menjadi mahasiswa ang baik, yang tak hanya belajar di bangku kuliah saja, namun juga belajar memahami masyarakat. Istilahnya tak sekedar lulus tepat waktu dan dapat nilai cumlaude, namun juga aktif di organisasi, dan mendapat peluang bekerja di organisasi atau hal-hal lain yang sangat berguna nantinya jika terjun ke masyarakat.

  9. Pemikiran terbuka yang objektif langsung dari seorang aktivis. Nice. Semoga bisa diimplementasikan untuk membuat pengkaderan menjadi lebih baik lagi.

    – dari seorang boikoter format2002 –

  10. heheheh di unhas sendiri daeng arul klo tidak ada yg patah pikiran teman2 di sana tidak ada kesannya *wihhh nyangar daeng takutma di ospek dua kali

    untuk saya lanjut tidak adami lagi pengospekan ka langsung ja kuliah huahahhah

  11. “Sekarang saatnya menjernihkan pemikiran-pemikiran dengan awalan pemberian materi filosofi ataupun hakekat pengkaderan sehingga dasarnya mengkader itu diketahui dulu dan ketika para pengkader turun ke lapangan benar-benar dengan tujuan mengkader, bukan tujuan show off, balas dendam ataupun alasan-alasan lainnya.”
    Setuju banget maz arul.
    Untuk itu para pengkader harus berubah dulu sebelum memulai paradigma baru yang mengedepankan arti filosofis pengkaderan…..:D

  12. # 17 edratna : pendekatan lewat pengkaderan sangat tepat bu untuk menyampaikan hal tersebut 🙂
    # 18 galih : terima kasih, harapan yang terbaik buat pengkaderan selalu kita nantikan 🙂
    # 19 Gelandangan : pemikiran orang berbeda2 😀 cara mengkaderpun berbeda 😀
    wah asyik nih 😀
    # 20 udin : sip… semoga bukan hanya paradigma lama yang tidak memiliki arti, tetapi pemikiran baru yang fresh dan memberikan makna yang masuk.

  13. Pokoknya™, saya nggak setuju dengan kekerasan. Maba kan butuh suasana yang kondusif supaya masa kuliah mereka bisa menyenangkan dan akhirnya bisa berprestasi setinggi-tingginya.

    BTW, pengkaderan ada games-nya, nggak?

  14. Maksudku ya itu rul, klo yg mengkader ngerti apa arti sebenenya dari pengkaderan. Dan mereka mengerti tujuan dari pengkaderan, aku yakin mahasiswa pun bisa menjadikan pengkaderan seperti yg dilakukan oleh militer. Ga perlu militer untuk membentuk karakter mahasiswa yang MANTABS 🙂

  15. # 22 p4ndu_454kura® : kekerasan yang bagaimana dulu pandu, ketegasan yang perlu lho. tenang aja, banyak hal yang nanti kamu dapatkan untuk menjadi seorang mahasiswa.
    biasanya ada koq pandu 😉
    # 23 konsultasi kesehatan : iyah pak dokter, hehehe banget kebangetan malah.. wah pak jadid tempat usaha spanduk2 itu… kenal2 seantero ITS tau.
    # 24 aklam : aturannya, pressing sesama jenis 😛
    # 25 kur2 : sipz.. iya kur2 intinya paham arti pengkaderan, mau dbawa kemana, trus melalui metode apa, kalo asal2an yah jadinya begitu deh…mekanisme militer, ataupun semi militer menjadi metode ketika pemahaman dasar pengkaderan diketahui dulu 🙂

  16. Satu hal lagi yang perlu ditambahkan mas, kaderisasi tidak cukup dengan seminggu atau sebulan, trus kaderisasi itu juga memiliki tingkat atau tahapan-tahapan.. Mengenai metoda atau cara sebaiknya kita hubungkan dengan tujuan yang akan dicapai.. Kalo tujuan yang ingin dicapai adalah menjadikan maba menjadi mahasiswa yang kritis tetapi caranya dengan pressing itu bukannya membuat maba menjadi kritis tetapi malah akan menjadi cuek.. Menurut saya pressing masih diperlukan sekarang ini tetapi harus pada situasi dan kondisi yang tepat..
    Saya mengalami kaderisasi di himpunan saya lebih dari satu tahun, dan saya rasa kaderisasi ITB merupakan kaderisasi paling lama diantara universitas lain (maaf kalo salah)..
    Oh iya, sebelum kaderisasi alangkah baiknya materi yang akan diberikan didiskusikan dulu dengan psikologi (dan ini terbukti cukup memberikan efek positif)..

  17. Aww.
    Pressing merupakan salah satu metode dalam pengkaderan yang merupakan bagian kecil dari konsep global kaderisasi.
    yang perlu diperhatikan oleh para “pengkader” setidaknya adalah memahami konsepsi pengkaderan itu sendiri. Alur yang setidaknya dilakukan oleh Steering Committee untuk akhirnya menentukan/mengambil sebuah metodologi dalam pengkaderan bisa didapatkan melalui hal sebagai berikut :

    Konsepsi dasar Kaderisasi
    Penjabaran Materi
    Analisa Raw material
    Penyelarasan materi dengan row material
    Penentuan metodologi
    Time Scheduling
    Tolok ukur keberhailan
    Evaluasi

    Ingat sistem POAC ataupun PDCA.

    Untuk menjadi SC yang setidaknya menjalankan pentahapan tersebut tentunya harus memiliki kemampuan setingkat LKMM TM (Perumusan Masalah, SWOT, Pengambilan Keputusan). Jadi SC bukan sekedar pemerpanjang Curriculum Vitae seseorang tanpa tanggung jawab moral untuk mengembannya.

    Sedangkan kaderisasi itu sendiri haruslah merupakan suatu sistem yang terintegrasi dengan goal yang jelas dan pentahapan yang terukur, bukan sporadis dan parsial. Jadi kalau semisal di ITS tentunya ada Grand Design Sistem Pengkaderan Mahasiswa, yang mungkin diderivasikan ke Pengkaderan Massal, Massal Terbatas, Fungsional ataupun Individual.

    Pengkaderan merupakan suatu proses yang menuntut tanggungjawab besar, terutama di kalangan SC. SC akan siap dan tanpa malu-malu untuk bertanggungjawab sepenuhnya atas proses yang berjalan. (Hukum KUHP, DO dsb). (Bila tidak siap tidak usah ada pengkaderan aja ya…?)

    PENGKADERAN bukan PENGKADALAN

  18. menurut saya pengkaderan wajar saja di lakukan selama tujuan dari pengkaderan tersebut membawa dampak yang positif bagi diri mahasiswa yaitu bagaimana mereka di kenalkan terhadap kampus juga di berikan pemahaman bahwa seorang mahasiswa itu memiliki tanggung jawab yang besar baik itu tanggung jawab sebagai seorang yang berbaktikepada orang tua yang tugasnya untuk kuliah juga sebagai seorang agen pembaharu atau sosial kontrol.

Tinggalkan komentar