Gending Sriwijaya : Pertarungan Sosial Politik Kerajaan Masa Lalu

Sudah lama banget tidak menyaksikan film kolosal yang berlatar belakang sejarah kerajaan-kerajaan di Indonesia masa lalu. Film Gending Sriwijaya mengambil salah satu kisah di Bumi Wong Kito Galo.

Film yang disutradarai Hanung Bramantyo ini menjadi salah satu rekomendasi buat anda yang kangen menonton film sejenis Tutur Tinular atau Saur Sepuh.

Diceritakan dalam  Film Gending Sriwijaya sebuah Kedatuan Bukit Jerai di daerah Sriwijaya yang dipimpin Dapunta Hyang Jaya (Slamet Rahardjo) dengan didampingi permaisurinya Ratu Kalimanyang (Jajang C. Noer) yang memiliki dua putra Awang Kencana (Agus Kuncoro) anak tertua sekaligus Putra Mahkota dan Purnama Kelana (Syahrul Gunawan). Awang Kencana dikenal tangguh dalam bertempur sedang Purnama Kelana lebih berpendidikan. Dapunta Hyang lebih memilih Purnama Kelana karena menurutnya untuk memimpin kedatuan harus putra yang memiliki kemampuan pendidikan yang tinggi bukan sekedar kemampuan fisik.

Kecemburuan Awang Kencana menjadikan dia meracuni ayahandanya sendiri demi kekuasaan dengan menuduhkan perilaku tersebut ke adiknya, Purnama Kelana. Dibantu para Tabib dan sahabatnya, Purnama Kelana akhirnya melarikan diri dan bertemu dengan Malini (Julia Perez) dengan Ayahnya Ki Goblek (Mathias Muchus) yang merupakan kelompok perampok yang sering mengambil jatah hasil bumi yang dikeruk oleh para pejabat.

Sebenarnya Gending Sriwijaya merupakan tarian yang berasal dari tanah Sriwijaya yang menjadi latar belakang film ini, namun kurang diceritakan lebih detail hanya sekedar penampilan sesaat saja melalui perkenalan tarian yang dimaksud untuk menjaga seni dan budaya Sriwijaya agar tetap lestari. Dan satu lagi kisah tentang 8 wanita para Gending Sriwijaya yang dikomandoi Malini melakukan penyerangan ke Kedatuan Bukit Jerai untuk melakukan balas dendam akibat penyerangan Pasukan kerajaan ke markas mereka.

Kisah ini menarik selain menampilkan keragaman seni dan budaya khas Palembang sebagai pusat dari Sriwijaya, juga disertai kisah politiknya tentu hampir sama di setiap kerajaan di dunia, seperti juga menyaksikan Film Crouching Tiger perebutan tahta dengan darah, persaingan dan pengkhianatan. Perputaran sejarah yang ujung-ujungnya pengkhianatan, pembunuhan, seperti repetisi yang akan selalu terjadi untuk sebuah kekuasaan.

Film ini mengajak kita untuk membandingkan kondisi kekinian bangsa kita. Walaupun merupakan gambaran masa lalu, namun menjadi sarkasme politik dan sosial masa sekarang. Bagaimana saling menjatuhkan memperebutkan tahta dan sumber daya alam, korupsi, keserakahan, pengkhianatan serta berbagai penipuan rakyat. Pengabaian budaya, penghilangan sejarah asli dan  balas dendam menjadi satu dalam film ini, serta tentunya selalu saja ada yaitu pahlawan dalam cerita fiksi ini.

Meski memainkan banyak pemain, namun sepertinya cukup dikatakan semikolosal, bertaburan banyak bintang film yang tidak diragukan lagi seni perannya, baik yang senior maupun yang masih baru.

Julia Perez ternyata mampu berakting dengan lihainya, adu kekuatan dan sakit-sakitan. Hebat ya. Penampilan Jupe yang biasanya menunjukkan sensualitasnya itu yang bisa jadi mengganggu konsentrasi menonton, ternyata tidak dalam film ini, walaupun belahannya hanya muncul dua kali saat berlari dan ending dari film ini :D. Julia Perezpun sepertinya tak menjual kecantikan dalam film ini, dia merelakan kulitnya terlihat coklat, giginya menghitam yang ingin menggambarkan rakyat Indonesia masa lalu.

Yang manis tentunya si Hafsary D. Winoto yang memerankan Dang Wangi sebagai permaisuri Awang Kencana, cakep dan bening sendiri dalam film ini.

Seni bertarung yang dimainkan Goeteng (sebagai Bayan Kabut), T. Rifnu Wikana (sebagai Srudua), Qausar H. Yudana (sebagai Taru Hitam), Agus Kuncoro, Julia Perez, Mathias Muchus memanjakan mata kita melihat laga mereka. Walaupun tidak semuanya bisa dibilang baik, namun cukup menghibur.

Penampilan Mathis Muchus sepertinya salah satu yang menonjol, wajahnya dan rambut botak di tengah kepala tentunya tak perlu diragukan lagi sebagai senior dalam dunia peran. Aksinya bertarung dan memainkan emosi dalam film ini sangat patut diapresiasi. Apalagi dengan pengorbanannya menggundulkan kepalanya untuk memenuhi kepentingan akting.

Agus Kuncoro pun bermain menarik, Sebagai putra mahkota dan saat sebagai raja yang digambarkan berkuasa dan sombong. Walaupun kadang agak lebay juga sebenarnya.

Film yang berdurasi panjang ini tetap saja ada yang cukup mengganggu menyaksikan film ini yang mungkin bagi sang Sutradara Hanung Bramantyo menampilkan gambar-gambar bergerak untuk memotong durasi yang cukup panjang dan menautkan antara scene satu dengan yang lain, namun menurut saya mengganggu. Barangkali bisa diganti dengan teks atau sekedar narasi cukup menguatkan film ini.

Sinematografi dan musiknya yang sesuai memberikan nilai tambah film ini. Banyaknya adegan laga dengan darah bercucuran, walaupun tidak secara langsung diperlihatkan namun cukup memberikan ketegangan selama menonton film ini.

Serta bahasa yang dipergunakan dalam dialog film ini dengan bahasa Palembang, walaupun kadang saya sendiri bingung membedakan mana budaya dan bahasa asli dari tanah Sriwijaya mana yang Jawa, kemungkinan karena kesamaan aspek sejarah kali yah beberapa terlihat dan terdengar sama.

Secara umum tata rias film ini cakep. Namun ada beberapa shoot-shoot yang seharusnya tidak perlu dilakukan karena terlalu dekat sehingga memperlihatkan hal-hal yang tidak natural dalam film ini. Seperti rambut palsu Ki Goblek di akhir terlihat melekat di kepalanya, atau gigi-gigi yang digambarkan hitam, terlihat gigi yang  tercoret oleh spidol.

Film yang layak nonton di antara beberapa film Indonesia yang menarik akhir-akhir ini. Kualitas film yang apik dengan pertautan scene, akting pemain, aksi laga, tata rias, sinematografi, musik tertata natural dalam arahan sutradaranya Hanung Bramantyo.

Kapan-kapan perlu juga nih dibuatkan film daerah Luwu asal saya, juga penuh intrik dan kisah menarik untuk ditonton dan disimak.

Itu pengambaran saya tentang film Gending Sriwijaya, menurut anda?

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

Sumber foto : http://www.muvila.com/gendingsriwijaya